Showing posts with label Taushiah. Show all posts
Showing posts with label Taushiah. Show all posts

Urgensi Waktu dan Muhasabah

from somewhere
Al-Waqtu Huwa al-Hayâh Ada sebuah kata hikmah yang singkat namun sarat terhadap makna hidup yang sangat luas dan mendalam, yang terdiri dari 3 (tiga) suku kata arab, namun sangat representative untuk menggambarkan arti pentingnya waktu bagi kehidupan manusia, yaitu ungkapan ‘al-waqtu huwa al-hayâh (waktu adalah kehidupan)’. Sekali lagi, yaitu ‘waktu adalah kehidupan.’ Yang dimaksud dengan kehidupan adalah, waktu yang dilalui manusia saat ia dilahirkan hingga ia wafat. Dengan definisi kehidupan seperti di atas, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa, seseorang yang membiarkan waktunya berlalu sia-sia, dan lenyap begitu saja, sama artinya ia –dengan sengaja atau tidak sengaja- telah melenyapkan sisa-sisa masa kehidupannya. Al-Hasan al-Bashri berkata, يَا ابْنَ آدَم، إنَّمَا أنْتَ أيَّامٌ !، فَإذَا ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ “ Wahai Bani Adam (manusia), sesungguhnya anda hanyalah “kumpulan hari-hari”, maka jika hari telah berlalu berarti telah berlalu sebagian dirimu.”

Sekali bahwa ketika kita menyia-nyiakan dan membuang waktu kita tanpa hal yang berarti untuk agama dan kemaslahatan umat, maka ketika itu juga sesungguhnya kita telah membunuh diri kita sendiri. Betapa waktu itu sangat berharga dan jangan biarkan ia berlalu begitu saja. Allah Subhanahu wa Ta’ala Bersumpah dengan Waktu dan Bagiannya begitu pentingnya waktu bagi kehidupan manusia, sampai-sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah di banyak tempat dalam al-Qur`an al-Karim, dengan waktu dan bagian-bagiannya, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :وَالْفَجْرِ، وَالضُّحَى، وَاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَالْعَصْرِDemi waktu fajar, Demi waktu Dhuha, Demi Malam, Demi Siang, Demi Waktu Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala, jika ia bersumpah dengan sesuatu, maka dengan sumpahnya itu, dengan sesuatu tersebut dimaksudkan untuk memalingkan atau mengalihkan pandangan kita kepada arti pentingnya hal tersebut sampai kita bertafakkur (berfikir) di dalam setiap bagian waktu seluruhnya, ketika fajar, ketika dhuha, ketika malam, dan ketika siang dll. Seperti Ulil Albab di dalam firman-Nya :إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لأَيَاتٍ لأُوْلِي اْلأَلْبَابِ. الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ رَبَّنَا مَاخَلَقْتَ هَذَا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ . سورة آل عمران : 191Sesungguhnya dalam penciptaan langit langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (QS. 3:190); (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):”Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. 3:191)

Intropeksi Diri Maka sudah selazimnya menjadi kewajiban bagi seorang muslim terhadap dirinya untuk melakukan muhâsabah an-nafsi ‘intropeksi diri’, yaitu menghitung-hitung dirinya atas tahun dan hari-hari yang telah ia lalui. Apa yang telah ia perbuat semasa itu, dan keuntungan apa yang peroleh, kerugian apa yang ia derita. Seperti apa yang dilakukan oleh seorang bisnisman yang menginginkan kesuksesan dengan modalnya pada setiap tahunnya, ia menghitung-hitung kembali perdagangannya, berapa modal yang telah ia keluarkan, berapa pemasukannya, di mana ia mengalami kerugian dan apa masalahnya, dan di mana keuntungannya, berapa besar keuntungannya dari pada kerugiannya, ketika kerugiannya lebih besar dari pada keuntungannya maka ia menjadi sangat menyesal sekali dan mengalami kesedihan yang luar biasa, dan sebaiknya ketika keuntungannya lebih besar dari pada kerugiannya maka ia merasa senang dan bergembira sekali, untuk selanjutnya ia melakukan kalkulasi bisnisnya kembali, memenag dan membuat schedule untuk tahun berikutnya.Yang demikian itu pada amrun dunyawi (urusan duniawi), begitu ihtimaam (concern)nya dan sangat telitinya ia dalam urusan dunia ini. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلُُ وَاْلأَخِرَةُ خَيْرُُ لِّمَنِ اتَّقَى وَلاَ تُظْلَمُونَ فَتِيلاً { سورة النساء: 77 }“Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa dan anda tidak akan dianiaya sedikitpun.”(QS. An-Nisaa:77)

Nabi Musa berkata di dalam al-Qur`an :يَاقَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعُُ وَإِنَّ اْلأَخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ { سورة المؤمن : 39}“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara, sesungguhnya akhirat itulah kesenangan yang kekal.” (QS.40 : 39)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ {سورة النساء : 78}Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, (QS. 4:78) Karena itu muhasabatunnafsi merupakan suatu keharusan, seandainya tidak sanggup setiap hari untuk instropeksi/menghitungkan dirinya hendaklah dilakukan pada setiap pekan, maka kalaupun setiap pekan ia masih juga tak dapat melakukannya, maka hendaklah setiap bulan, dan kalau tidak bisa juga maka hendaklah ia melakukan instropeksi diri pada setiap tahun.

Ulama dan Waktu Para salafus soleh meninggalkan banyak pelajaran berharga dalam menghargai waktu. Imam Ibnu Jarir ath-Thabari (223H-310H) sepanjang hidupnya tercatat telah mengumpulkan 358 ribu halaman dari berbagai karangannya. Jika kita perkirakan masa kanak-kanak beliau sebelum baligh 14 tahun, maka dapat disimpulkan beliau menulis 14 halaman setiap harinya. Begitu perhatiannya beliau dengan waktu, sampai-sampai ketika + sejam sebelum kematiannya beliau masih menyempatkan diri menulis suatu do`a yang baru ia dengar dari Ja`far bin Muhammad. Begitu pula dengan Imam Ibnu al-Qayyim yang tidak rela kehilangan waktunya karena safar (suatu perjalanan), sehingga selama safarnya beliau mengisinya dengan menulis sehingga menghasilkan karya Zaadul Ma`aad. Imam Nawawi yang tidur dengan bersandarkan sebuah buku yang ditegakkan pada dagunya, begitu buku itu terjatuh maka beliau terjaga dan kembali menggoreskan tintanya.

Majduddin Abu al-Barakat `Abdussalam, kakek dari Imam Ibnu Taimiyah, tiap kali masuk ke kakus, beliau memerintahkan anaknya (orang tua Imam Ibnu Taimiyah) untuk membacakan suatu kitab dengan suara keras, hingga terdengar olehnya. Tak aneh jika sikap sang kakek ini tertular kepada cucunya. Suatu ketika Imam Ibnu Taimiyah jatuh sakit, dokter menyarankan agar beliau untuk sementara waktu menghentikan dulu kegiatan belajar mengajarnya karena hal itu dikhawatirkan dapat memperparah kondisinya.

Berkata Imam Ibnu Taimiyah kepada dokternya, “bukankah jika jiwa yang bahagia dan gembira dapat memperkuat daya tahan tubuh”, sang dokter membenarkannya. “Maka sesungguhnya jiwaku merasa tenang jika berinteraksi dengan ilmu, dan tubuhku terasa kuat dan hanya dengan itu saya dapat beristirahat.” Optimalkan Amal waktu hidup manusia di dunia adalah umurnya, dan umur manusia merupakan rahasia Allah Subhanahu wa Ta’ala Kualitas umur seseorang sangat menentukan posisinya di alam kehidupan berikutnya. Jika dari waktunya diperuntukkan hanya karena Allah (lillah) maka kematiannya adalah baik baginya. Namun sebaliknya jika waktu dan umurnya dihabiskan untuk menuruti kesenangan nafsu dan dan ambisi syahwat hewaninya maka kematiannya merupakan petaka besar baginya. Al-Hasan al-Bashri berkata, يَا ابْنَ آدَم، إنَّمَا أنْتَ أيَّامٌ !، فَإذَا ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ“Wahai Bani Adam (manusia), sesungguhnya anda hanyalah “kumpulan hari-hari”, maka jika hari telah berlalu berarti telah berlalu sebagian dirimu.”Ibnu Mas`ud Radhiyallahu ‘Anhu (salah seorang sahabat besar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam) berkata:مَا نَدِمْتُ عَلَى شَيْءٍ نَدَمِي عَلَى يَوْمٍ غَرَبَتْ شَمْسُهُ، نَقَصَ فِيْهِ أجَلِي، وَلَمْ يَزِد فِيْهِ عَمَلِي”Tidak ada yang lebih aku sesali, kecuali bila matahari telah terbenam maka berkuranglah masa ajalku, namun tidak bertambah sedikitpun amalanku.” Berkata Khalifah Umar bin Abdul Aziz Rahimahullah,إنَّ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ يَعْمَلاَنِ فِيْكَ، فَاعْمَلْ فِيْهِمَا”Sesungguhnya malam dan siang terus bekerja dalam dirimu, maka bekarjalah di dalam siang dan malammu.”

Bekerjalah pada siang dan malammu, janganlah mengakhirkan pekerjaan siang untuk dikerjakan di malam harinya, dan janganlah mengakhirkan pekerjaan malam ke siang harinya. Janganlah pekerjaan hari ini di akhirkankan hingga esok harinya dan janganlah pekerjaan esok karena malas diakhirkan hingga lusanya. Jangan katakan, “Nanti akan kuamalkan, sebentar lagi akan kukerjakan.” Karena setiap manusia akan ditanya pada hari kiamat, mengenai umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan, tentang ilmunya sudahkah ia amalkan, dan tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa ia belanjakan ?. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam:لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلاَهُ (رواه الترمذي وقَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ )Tidak akan bergeser kedua kaki manusia pada hari Kimat hingga (ia) ditanya tentang:

1. tentang umurnya, untuk apa ia habiskan ?
2. tentang ilmunya, sudahkan ia amalkan ?
3. tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa ia belanjakan ?
4. tentang jasadnya, untuk apa ia gunakan ?

(HR. At-Tirmidzi) Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :وَالْعَصْرِ . إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ . سورة العصرDemi masa. (QS. 103:1) Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, (QS. 103:2) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. 103:3) Sungguh terbukti kebenaran ucapan Imam Syafi`i mengenai firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :لَوْ لَمْ يُنْزَلْ غَيْر هَذِهِ السُّوْرَةُ لَكَفَتِ النَّاسBahwa seandainya (al-Qur`an) tidak diturunkan kecuali (hanya) surat (al-Ashr) ini, maka hal itu sudah cukup memadai bagi manusia sekalian. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufik, hidayah dan keberkahan-Nya dalam hidup dan umur kita. Amiin.

Ilmu Itu Cahaya (Nasihat Untuk Diri & Sahabat-Sahabat)

Al Quran diturunkan kepada manusia agar mereka berfikir akan maksud yang disampaikan, menghayati segala perintah al Quran yang begitu menggegarkan jiwa. Begitu jelas firman Allah yang pertama diturunkan kepada Rasulullah salallahualaihi wasalam berbunyi ; “Iqraa’”, bermaksud; Bacalah. Lalu, bagaimana kita menjadi umat yang diturunkan padanya satu surah yang memerintah untuk ‘membaca’, tetapi kita malas membaca, atau malas menggunakan kaedah-kaedah lain untuk meningkatkan pengetahuan? Menurut Dr. Raghib as Sarjani, membaca itu bukan hobi semata-mata tetapi merupakan kewajipan setiap manusia. Kerana itu, tidak wajar seorang manusia berkata; “Saya tidak minat membaca” atau “Hobi saya membaca”. Bukankah perutusan Jibril alaihissalam yang pertama kepada Muhammad salallahualaihi wasalam berbunyi Iqra’? Peristiwa ini memberikan sejumlah ibrah kepada umat Islam supaya menjadi umat yang ‘membaca’, dalam erti kata lain meningkatkan pengetahuan kerana Jibril tidak akan membacakan sesuatu ‘kitab’ untuk kita.

Untuk membuktikan kepentingan membaca itu, Rasulullah salallahualaihi wasalam sendiri pernah mengarahkan tawanan-tawanan musyrikin di perang Badar mengajarkan umat Islam ‘membaca’. Hal ini menunjukkan kaedah-kaedah mencapai ilmu, sangat ditekankan oleh Rasulullah salallahualaihi wasalam. Lafaz perintah yang ada pada kalimah - ( Iqra’ ) itu mengkehendaki kepada umatnya agar bersikap konsisten dalam sesuatu perkara yang tidak dianggap remeh. Topik ‘membaca’ atau ‘menuntut ilmu’ bukanlah perkara yang besar bagi penuntut-penuntut di al Azhar kerana masing-masing faham dan tahu keutamaan ilmu kepada manusia, malah mampu mengumpulkan seberapa banyak dalil mengenai kelebihannya. Tetapi, yang menjadi isu besarnya ialah ‘usaha’ dan kesungguhan.

Perhatikan ayat ini yang menggambarkan maha teliti Allah dalam menghasilkan karya cipta-Nya ;

َتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ صُنْعَ اللَّهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُونَ

“Dan engkau melihat gunung-ganang lalu menyangkanya tetap membeku, padahal ia bergerak cepat seperti bergeraknya awan; demikianlah perbuatan Allah yang telah membuat tiap-tiap sesuatu dengan begitu teliti (rapi). Sesungguhnya Dia (Allah)amat mendalam pengetahuan-Nya akan apa yang kamu lakukan” – an Naml:88, al Quranul Karim.
Manakala hadith yang diriwayatkan oleh Bazzar di dalam musnadnya, Nabi Muhammad salallahualaihi wasalam bersabda;

إن الله يحب أحدكم إذا عمل عملا ان يتقنه

[ Sesungguhnya Allah menyukai seseorang yang apabila melaksanakan sesuatu pekerjaan, dilaksanakannya dengan tekun ]

Dalam satu peristiwa perang Uhud, Rasulullah salallahualaihi wasalam turut mengajarkan kepada tentera-tentera Islam yang ditugaskan untuk memanah tentera musyrikin agar bersungguh-sungguh (tekun) menuruti strategi Baginda. Perintah Baginda salallahualaihi wasalam kepada mereka ;

لا تتركوا أماكنكم ولو رأيتم الطيور تتخطفنا

[ Jangan kamu tinggalkan tempat kamu sekalipun kamu telah melihat burung-burung datang menyambar kami ]

Ilmu pengetahuan yang mantap, mustahil dimiliki dengan jampi serapah, summon, tangkal atau apa jua perkara khurafat yang bertujuan untuk mencapai sesuatu dengan jalan mudah. Tetapi ia merupakan anugerah Allah Taala yang diperolehi dengan usaha dan ketekunan, tidak kira sama ada anda menadah kitab di hadapan masyaheikh ataupun memuat-turun sesi kuliah mereka di sesawang dunia tanpa sempadan (internet). Imam Syafie rahimahuLlah dalam syairnya telah menggariskan syarat-syarat untuk menuntut ilmu sebagai berikut:

أخي لن تنال العلم الا بسته ؛ ذكاء وحرص واجتهاد وبلغة وصحبة استاذ وطول زمان

[ Saudaraku, kamu sekali-kali tidak berupaya mencapai ilmu kecuali dengan enam perkara ; cerdik, aktif mencari ilmu, tekun berusaha, kehidupan yang memadai, mengakrabi ustaz (ilmuan) dan masa yang panjang ]

Peluang untuk meningkatkan prestasi bermaklumat dan mencipta budaya akademik dengan menghadiri kuliah-kuliah pengajian, begitu terbentang luas di bumi al Azhar. Tokoh al Quran, Luqman al Hakim pernah berpesan kepada anaknya;

يا بني جالس العلماء وزاحمهم بركبتيك، فإن القلوب تحيا بالعلم كما تحيا الأرض الميتة بوابل المطر

[ Wahai anakanda, hadirlah ke majlis-majlis para ulama’ dan lazimilah duduk bersama mereka (mendengar pengajian) kerana sesungguhnya hati sanubari itu akan hidup dan sihat dengan ilmu pengetahuan seperti suburnya tanah yang disirami air hujan ] Dr. Yusuf al Qardhawi: 55, al Fatwaa bayna Indibadh wa at Tasayyub. Maktabah al Islami, Beirut, cetakan kedua 1995.

Pergi ke kuliah, hadir ke kelas bimbingan ,membuat ulangkaji, menjauhi maksiat, disiplin diri yang ketat serta menyampaikan pengetahuan tersebut kepada orang lain adalah antara agenda yang mesti ditunaikan sebagai penuntut ilmu. Kesemua itu adalah amanah yang kita maklumi sebagai mahasiswa Muslim yang beriman dengan Allah Taala. Rela atau tidak, seluruh masyarakat Malaysia menganggap kita sebagai ulama’, mufti, ustaz atau tempat rujukan pada perkara-perkara agama. Perhatikan hadith ini ;

العلماء أمناء الله فى خلقه

[ Para ulama adalah orang-orang kepercayaan Allah di kalangan makhluk-Nya ] – al Qurthubi dan Ibn ‘Asakir daripada Anas di sahihkan Imam as Suyuti (al-Fath al-Kabir,2:251), kitab kuliah al Azhar.

Jika tumpuan kita di bumi al Azhar lebih banyak leka daripada tekunnya, lebih banyak lena dari celiknya, kitalah bahan ‘fitnah’ ke atas institusi al Azhar. Hal ini disentuh oleh Ustaz Hairul Nizam b. Mat Hussain, mantan Presiden PMRAM sebagai punca kepincangan yang berlaku pada mentaliti mahasiswa Al Azhar hari ini ;

a) Tidak menjiwai konsep ulama’ pewaris Nabi.
b) Belajar semata-mata untuk menduduki dewan peperiksaan.
c) Tidak mempunyai misi untuk memperbaiki kefahaman masyarakat terhadap Islam.
d) Tidak bersungguh menguasai ilmu.

Kita terpaksa menyedari bahawa Universiti al Azhar terpaksa menyediakan satu sistem pengajian yang tidak mampu memberikan kesemua kepakaran ilmu di ruang-ruang sesi perkuliahan. Ini kerana, hakikat ilmu Islam begitu luas dan tidak akan mampu diterokai sehabis-habisnya sekalipun dengan masa yang lama. Allah Taala berfirman ;

قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِّكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا

“Katakanlah (wahai Muhammad) jika lautan itu tinta untuk tulisan kalimah Tuhanku, nescaya keringlah lautan itu sebelum habis kalimah Tuhanku ditulis, walaupun dibekalkan lagi seumpamanya.” - (al-Kahf: 109).

Rumusan mengenai ayat di atas menunjukkan betapa maha luasnya ilmu Allah Taala. Walaupun begitu, Allah Taala tidak memerintahkan kepada hamba-Nya untuk bersikap malas meningkatkan ilmu. Inilah apa yang dikesalkan, dalam keadaan kita menyedari hakikat betapa susahnya bagi seorang Azhari menguasai kesemua ilmu-ilmu Islam. Tiba-tiba kita mudah bertemu dengan kelompok yang begitu banyak istirehat, sangat berlebihan di atas tilam, bersangatan di hadapan komputer dengan perkara-perkara yang membuang masa dan menjadikan agenda penguasaan ilmu sebagai agenda “jarang-jarang”. Sedari tanggungjawab pemegang ilmu Islam di hadapan Allah, adalah sebagai kubu pertahanan agama-Nya. Hal ini sepatutnya menimbulkan rasa takut yang terbit dari hati dan seterusnya mengawal diri dari bersikap cuai dan cemar.

Berusaha & Berdoa & Bertawakkal Untuk Berjaya

Kita sebenarnya sangat beruntung kerana berpeluang berada di sebuah institusi yang begitu tersohor menghasilkan para murabbi, para mujaddid, para mufakkir, sasterawan Islam prolifik dan sejumlah besar cendikiawan yang mahir di setiap disiplin ilmu dengan semangat yang berkobar-kobar memperjuangkan agama Islam. Walaupun dalam usaha untuk mencapai level seumpama ‘mereka’ kita bakal menghadapi 1001 macam kesukaran, namun untuk mara meneruskan survival ilmu di al Azhar tidak pernah berhenti. Kerana di dalam Islam, tidak ada pepatah Melayu seperti ;

“..Untung sabut timbul, untung batu tenggelam..”
“..Malang tak boleh ditolak, mujur tak boleh diraih..”
“..Belajar tinggi-tinggi, akhirnya kupas bawang juga..”
“..Ulat dalam batupun boleh cari rezeki..”,

dan yang seumpama lafaznya untuk kita bersedia dengan sikap statik pada tahap kemampuan yang ada. Hakikatnya, kita diwajibkan menggunakan seluruh pancaindera dan berusaha menggunakan kebolehan yang dikurniakan Allah kepada kita, tanpa kita lupa untuk berdoa, memohon dan berserah kepada-Nya . Allah Taala berfirman ;

إِنَّ اللَّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمْ

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” – ar Ra’du:11, al Quranul Karim.

Mengerahkan Ilmu Untuk Amal Ijtima’ie

Secara sainsnya, pelita tidak akan bercahaya jika tidak dibakar. Cahaya pelita pula akan malap dan padam jika ia dibakar ditempat bilik terkunci tanpa udara. Demikian juga hakikatnya ilmu, ilmu itu diiktiraf sebagai cahaya apabila ia memberi manfaat kepada orang lain. Tetapi, ilmu itu akan malap jika fungsinya digerakkan hanya pada ruang lingkupnya sahaja. Ada hadith berbunyi ;
العلماء مصابيح الارض وخلفاء الانبياء وورثتي وورثة الانبياء

[ Para ulama adalah pelita-pelita bagi bumi, khalifah(pengganti) para nabi, pewarisku dan pewaris para Nabi ].

“Cahaya, pelita-pelita di bumi”, bukannya cahaya pelita-pelita di dalam rumah atau pelita-pelita yang tersimpan menunggu malam tujuh likur baru dinyalakan. Selain kebolehan untuk menyampaikan ilmu, memiliki pengetahuan yang luas dan bijak, kita perlu berkebolehan untuk bersosialisasi dengan baik bersama masyarakat. Untuk merealisasikan tujuan dan amanah yang maha berat ini (mewarisi tugas dakwah para Rasul), tidak ada cara dan jalan yang lebih sempurna melainkan dengan menggabungkan diri dalam jamaah (organisasi). Keutamaan berjamaah ini pernah ditekankan oleh Dr. Yusuf al Qardhawi dalam usaha memenuhi kerangka dakwah secara menyeluruh.

Dalam pada yang sama, kita tidak dapat menafikan bahawa kecemerlangan akademik merupakan kayu ukur penilaian masyarakat terhadap seseorang dan ia juga merupakan wasilah untuk meneruskan pengajian ke peringkat yang lebih tinggi. Bahkan dalam sesetengah keadaan, dakwah kita mungkin dipertikaikan tanpa memiliki pencapaian akademik yang meyakinkan. Justeru, amanah menuntut ilmu ini perlu dilunaskan sebaik mungkin. Walau bagaimanapun ia bukanlah pengukur yang tepat kepada nilai seorang manusia bermula dari janin bayi, sehingga ke liang lahad. Rasulullah salallahualaihi wasalam bersabda ;

خير الناس انفعهم للناس

[ Sebaik-baik manusia adalah mereka yang member manfaat kepada manusia ] Lihat hadith no:6662 di dalam Shohih al Jami’e.

Allah Taala pula berfirman:

أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَوُونَ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ * الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ وَأُوْلَئِكَ هُمْ الْفَائِزُونَ

“Adakah kalian menyamatarakan (nilai kebaikan) antara orang yang memberi minum orang-orang berhaji serta memakrnurkan Masjid al Haram dengan orang-orang yang beriman dengan Allah dan hari akhirat dan mereka berjihad di jalan Allah? Tidak sama (sesungguhnya nilai antara keduanya) di sisi Allah. Allah tidak memberi petunjuk terhadap kaurn yang zalirn. Orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan nyawa mereka di sisi Allah lebih tinggi darjat mereka dari orang lain. Mereka itulah orang-orang yang Berjaya” - (Surah at-Taubah: ayat 19 - 20)

Kerana itu kita tidak harus alpa bahawa kecemerlangan akademik perlu seiring dengan kecemerlangan syakhsiah kerana kecemerlangan akademik hanyalah wasilah, sedangkan keredhaan Allah Taala itulah matlamat utama. Kata Ibnu Mas‘ud Radhiallahu ‘anhu :

ليس العلم بكثرة الحديث، ولكن العلم بالخشية

[ Ilmu bukanlah dengan banyak cakap, tetapi ilmu itu membawa takut (kepada Allah)].

Kata Imam al Qurtubi rahimahullah pula;

ِإنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء - يعني بالعلماء يخافون قدرته، فمن علم أنه عز وجل قدير أيقن بمعاقبته على المعصية

[ ((Sesungguhnya yang takutkan Allah itu di kalangan hamba-Nya ialah para Ulama’)) - surah al Fatir: 28, Yang dimaksudkan ulama di sini ialah mereka yang takutkan kekuasaan Allah. Oleh sebab itu, siapa yang mengetahui bahawa Allah itu Maha Berkuasa, dia juga akan meyakini bahawa Allah berupaya untuk menimpakan balasan seksa kepada pelaku-pelaku maksiat ].
Bukan sukar untuk melahirkan pakar-pakar atau orang-orang yang berilmu, tetapi yang susah itu untuk kita melihat para ilmuan yang memiliki sifat amanah dengan ilmu kerana takutkan Allah. Lihat sahaja berapa banyak institusi ilmu telah dibangunkan? Berapa ramai graduan - di seluruh dunia - yang telah menerima ijazah mereka? Namun dunia masih dicemari kebiadaban dan kebuasan. Siapa yang melakukan perkara ini? Orang lekehkah? Orang buta hurufkah? Adakah dilakukan oleh pengamal-pengamal rasuah yang tidak bersekolah? Atau perompak-perompak yang tidak tahu membaca surat khabar? Fikirkan.

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الأَلْبَابِ

“Adakah sama orang yang berilmu pengetahuan dengan orang yang tidak berilmu pengetahuan? Hanya orang yang menerima peringatan ialah orang yang berakal.” Surah az-Zumar : ayat 9 - Qutuz'slegacy

Penyesalan

Oleh Mohammad Salahuddin


"Lima Menit Lagi!" terdengar suara lantang dari dekat pintu kelas.

Muka Amir-pun menjadi merah, dan keringat dinginpun mulai keluar.

Sebentar-sebentarpun ia gigit pencil yang ada di gengamannya dengan sangat keras. Kertas ujiannya masih terlihat kosong. Detak jantungnyapun semakin keras, dan makin terasa ketakutan dalam dirinya bercampur dengan penyesalan yang amat sangat bahwa ia tidak belajar sungguh-sungguh untuk ujian yang sedang dilakukannya. Terbayang olehnya bahwa ia akan dihukum orang tuanya. Terkadang iapun menggigit jarinya, sampai tidak terasa lagi bahwa kukunya sudah mulai membiru karena gigitannya yang sangat keras.

Demikianlah sekilas gambaran dari seseorang yang sedang berada dalam ketakutan dan kecemasan sampai-sampai ia sendiri tidak merasakan lagi bahwa ia menggigit jarinya dengan keras.

Pernahkah kita merasa ketakutan dan penyesalan terhadap apa yang kita telah lakukan? Pernahkah kita membayangkan bahwa suatu saat akan banyak sekali orang yang menyesal dengan amat sangat dalam, sampai-sampai ia bukan hanya menggigit jari mereka tetapi sampai memasukkan kedua tangan mereka ke dalam mulut dan menggigitnya. Allah (S. W. T.) dalam Al-Qur'an berfirman:

"Dan (ingatlah) hari (ketika) orang yang zhalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: 'Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. ' " (Q. S. Al-Furqan 25:27)

Bukan hanya memasukkan kedua tangan kita ke dalam mulut, saking ketakutannya detak jantung merekapun akan berdegup begitu kerasnya hingga menyumbat (menyesak) kerongkongan mereka. Allah (S. W. T.) berfirman:

"Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari kiamat yaitu) ketika (detak) jantung (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafa'at yang diterima syafa'atnya. " (Q. S. Ghafir 40:18)

Begitu banyaknya orang yang akan menyesal pada hari Kiamat nanti, sehingga Allah (S. W. T.) menyebut hari Kiamat ini sebagai "Hari Penyesalan." Allah (S. W. T.) berfirman:

"Dan berilah mereka peringatan tentang Hari Penyesalan" (Q. S. Maryam 19:39)

Kalau Amir (dalam kisah di atas) mencapai klimaks ketakutannya selama lima menit terakhir dari ujiannya. Ditambah dengan klimaks penyesalannya mungkin hanya beberapa hari atau beberapa minggu setelah ujian tersebut. Tetapi ketakutan dan penyesalan yang akan terjadi dalam hari Kiamat adalah amat sangat jauh dari hanya satu minggu, satu bulan maupun satu tahun. Rasulullah (S. A. W.) pernah berkata bahwa hari Kiamat (hari di mana kita dibangkitkan kembali sampai selesai perhitungan amal kita) adalah satu hari yang panjangnya lima puluh ribu tahun. (Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim)

Ya, lima puluh ribu tahun kita nanti harus berdiri, menunggu, diselesaikan urusan di antara kita, ditimbang amalan kita, sebelum akhirnya kita dimasukan ke surga atau ke neraka. Selama lima puluh ribu tahun tersebut akan banyak sekali orang yang ketakutan dan menyesal terhadap apa yang dilakukannya. Rasullah (S. A. W.) pernah bersabda bahwa ketika kita wafat (di dalam kubur), kita akan diperlihatkan setiap pagi dan setiap petang tempat yang akan kita tempati (di akhirat nanti). Apabila kita adalah Ahli Surga (orang yang akan tinggal di surga), maka kita akan diperlihatkan tempat kita dalam surga. Apabila kita adalah Ahli Neraka (orang yang akan tinggal di neraka), maka akan diperlihatkan kepada kita tempat kita di neraka. (H. R. Bukhari)

Bisa dibayangkan bagaimana ketakutannya para calon penghuni neraka pada hari Hari Kebangkitan nanti. Mereka telah diperlihatkan tempat mereka di neraka. Mereka telah diperlihatkan bagaimana mereka nantinya dibakar dengan api yang panasnya 70 kali lipat api di dunia. Mereka telah diperlihatkan bagaimana mereka nantinya hanya bisa minum air mendidih dan nanah, yang apabila diminum hanya akan menghancur-leburkan perut mereka dan tidak menghilangkan rasa haus mereka. Mereka telah diperlihatkan bahwa makanan mereka hanyalah zaqum yang berduri, yang apabila dimakan hanya akan merobek perut mereka dan tidak akan pernah membuat kenyang.

Begitu menakutkannya hari kebangkitan ini, sampai anak kecil yang tidak memiliki dosapun akan beruban dan rambutnya menjadi putih. Allah (S. W. T.) berfirman:

"Maka bagaimanakah kamu akan dapat memelihara dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban. " (Q. S. Al-Muzzammil 73:17)

Lalu bagaimana dengan diri kita yang pastinya telah berbuat jauh lebih banyak dosa dibandingkan dengan anak kecil? Sedangkan anak-anak kecilpun akan beruban karena dasyatnya Hari Kebangkitan ini.

Rasulullah (S. A. W.) pernah bersabda bahwa Hari Kiamat dan Hari di mana kita akan dibangkitkan kembali akan terjadi pada hari Jum'at.

Abu Hurairah melaporkan bahwa Rasulullah (S. A. W.) ditanya (oleh seseorang) tentang alasan mengapa hari Jum'at dinamakan seperti itu (Jum'at), beliau menjawab, "Karena pada hari itu bapakmu Nabi Adam diciptakan, pada hari itu akan terjadi Sa'qah (terompet pertama) dan Hari Kebangkitan (terompet kedua), pada hari itu hukuman hari kiamat akan dilakukan, dan pada tiga jam terakhir di hari itu ada waktu yang mana apabila seseorang berdo'a maka Allah akan mengabulkannya. " (H. R. Tirmidhi)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah (S. A. W.) pernah berkata, "Pada hari Jum'at setiap hewan akan mengamati sejak subuh sampai maghrib karena takut akan terjadi hari Kiamat (pada hari itu), kecuali jin dan manusia. " (H. R. Abu Dawud).

Lalu apakah hari Kiamat akan terjadi pada hari Jum'at ini? Jum'at minggu depan? Jum'at bulan depan? Ataukah tahun depan?

Seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah (S. A. W.), "Kapankan akan terjadi Hari Kiamat?" Nabi (S. A. W.) balik bertanya "Apa yang telah engkau persiapkan untuknya (hari Kiamat tersebut)?"

Apakah yang telah kita persiapkan untuk Hari Kiamat tersebut?

Nabi Muhammad (S. A. W.) pernah bersabda, "Setiap hamba Allah akan tetap berdiri pada Hari Kiamat (sewaktu kita dibangkitkan) sampai ia ditanya: tentang hidupnya, dan bagaimana ia menjalaninya; tentang ilmunya, dan bagaimana ia menggunakannya; tentang hartanya, dan bagaimana ia mendapatkannya dan membelanjakannya; serta tentang tubuhnya, dan bagaimana ia menggunakannya. " (H. R. Al-Tirmidhi)

Marilah kita berintrospeksi diri terhadap apa yang telah kita lakukan, ilmu apa yang telah kita amalkan, dari mana uang yang kita dapat dan bagaimana kita membelanjakannya, apa yang telah kita ucapkan, dan seterusnya dan seterusnya.

Mu'adh ibn Jabal pernah bertanya kepada Nabi Muhammad (S. A. W.), "Ya Rasulullah, apakah kita akan diminta pertangung-jawaban terhadap setiap kata yang kita ucapkan?" Ia (S. A. W.) menjawab, "'Tsakilatuka Ummuka' (ekspresi bhs. Arab), seseorang akan dilempar (dengan muka di bawah) ke dalam api neraka hanya karena apa yang diucapkannya!" (H. R. Ahmad, Tirmidhi, Ibnu Majah)

Akankah kita akan menjadi orang yang ketakutan selama lima puluh ribu tahun? Akankah kita menjadi orang yang menyesal selama-lamanya? Mudah-mudahan kita bukan termasuk orang-orang yang mengabaikan ancaman-ancaman tentang api neraka, sebagaimana orang-orang kafir telah mengabaikan ancaman-ancaman tersebut. Allah (S. W. T.) berfirman:

"Mereka menganggap ayat-ayat Kami dan peringatan-peringatan (ancaman-ancaman) terhadap mereka sebagai olok-olokkan. " (Q. S. Al-Kahfi 18:56)

Tekad Baja

Seorang mahasiswa yang berasal dari salah satu Negara islam belajar di Barat,tepatnya di London,inggris. Ditempat itu, ia tinggal bersama keluarga inggris yang kafir untuk belajar bahasa.Ia seorang yang taat kepada agamanya,selalu bangun menjelang fajar untuk pergi ke tempat air dan berwudhu.Air disana,karena berpengaruh cuaca,sangat dingin.Setelah itu di pergi ketempat shalatnya,untuk bersujud dan ruku’,bertasbih dan bertahmid kepada Rabb-Nya.Dalam keluaraga itu terdapat seorang nenek tua yang selalu memperhatikan apa yang dikerjakan oleh mahasiswa ini.Setelah beberapa hari,nenek itu bertanya,”Apa yang engkau lakukan?”

Mahasiswa itu menjawab,” Agamaku memerintahkanku untuk melakukan ini.”

Sinenek itu bertanya lagi,”Mengapa tidak kau tunda waktunya untuk beberapa saat agar anda bisa lebih menikmati tidurmu...?”

Mahasiswa itu menjawab,”Tapi Rabb-Ku tidak akan menerima jika aku menangguhkan waktu shalat dari waktu yang telah ditentukan.”

Si nenek pun menganggukkan kepalanya dan berkomentar ,”SEBUAH TEKAD YANG MAMPU MENGHANCURKAN BESI BAJA.”

(Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingat Allah)

QS;An-Nur ;36

Saudaraku…

Kekuatan yang dilakukan oleh mahasiswa diatas adalah tekad yang berawal dari keimanan,kekuatan yang berasal dari keyakinan,dan daya yang bersumber dari Tauhid (benar-benar yakin)

Mungkin anda memiliki sebuah keinginan untuk melakukan sesuatu hal hari ini,apakah menyatakan resign dari tempat anda berkerja karena anda ingin menjadi seorang pengusaha,anda ingin menjadi manajer baru dan ingin mempromosikan diri kepada HRD,atau anda mungkin ingin melamar anak direktur ditempat perusahaan anda bekerja saat ini,ingin menjual dan menawarkan product baru dari perusahan anda kepada customer dan sebagai nya….

Akan tetapi tidak semua dari keinginan anda berjalan dengan harapan dan impian anda,bukan karena kurang nya ikhtiar dan usaha yang anda lakukan akan tetapi berhenti sebelum peluit berakhir.saat anda ingin menyatakan keluar dari perusahaan untuk menjadi pengusaha dan boss bagi diri anda sendiri,anda merenung dan berfikir apakah mungkin di usia ku 40 ini masih sanggup untuk memulai bisnis baru..?kesempatan untuk menjadi boss hilang hanya karena penolakan dalam diri sebelum dikerjakan.

Ingin menjual dan menawarkan produk baru kepada costumer,barang anda tidak laku karena anda melihat produk yang akan anda tawarkan telah banyak dipasar dan keinginan menjual nya pun hilang…

Saudaraku…

Tekad yang kuat lah yang menjadikan lampu pijar menyinari kegelapan dunia,tekad yang membajalah menghiasi dunia dengan hiburan walt dinsney,tekad yang penuh kayakinan manusia mampu melayangkan besi diudara,mengapungka n besi dilautan.takad yang membara dalam diri saudara-saudara kita diaceh tetap berjuang untuk mencari family nya yang hilang hingga detik ini walau tsunami sudah berlalu dua tahun lamanya…

Tanyakan kembali kepada diri anda…sekuat manakah tekad anda untuk memperoleh impian yang anda inginkan…?

DO IT NOW OR NEVER FOREVER…!

Kutipan Dari : Rahmadsyah (Mailing List Ruhul Islam)

Jangan Berputus Asa

Setiap individu baik remaja, dewasa atau orang tua, sudah semestinya pernah menghadapi masalah dalam hidup. Kata orang hidup tanpa masalah bukan hidup namanya. Berlegar dari masalah yang paling besar hinggalah masalah yang paling kecil, semuanya tetap dinamakan masalah. Cuma masalah yang dihadapi oleh seseorang itu berbeza. Bagaimana cara untuk mengatasinya juga adalah juga satu masalah. Namun hakikatnya setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Biasanya sebelum masalah itu selesai kita akan berasa sangat tertekan, hampir putus asa kerana tidak tahan menghadapinya.

Antara masalah yang wujud di persekitaran kita ialah masalah kemiskinan, kehilangan orang tersayang, masalah cinta, pertengkaran dengan ibu bapa, corot dalam peperiksaan serta beribu-ribu masalah lagi. Masalah juga boleh menyumbang kepada masalah yang lain, contohnya masalah remaja yang tidak tahan dengan leteran ibu bapanya boleh membawa remaja itu kepada masalah lepak, pergaulan bebas, dirogol, diculik dan juga mungkin dibunuh. Masalah yang kecil apabila tidak ditangani dengan baik boleh membawa kepada mudarat yang amat besar.

Setiap hari kita tidak akan terlepas dilanda dengan masalah, sekiranya bukan kita yang bermasalah, orang lain pula yang mendatangkan masalah. Oleh itu kita perlu bersedia menghadapi permasalahan tersebut dan cuba mencari kaedah untuk mengatasinya. Mari kita renung sejenak apa sebenarnya maksud setiap masalah itu, kaedah untuk mengatasinya serta panduan menghadapi masalah dengan tenang.

UJIAN IMAN

Masalah sebenarnya adalah ujian Allah kepada kita untuk mengukur sejauh mana tahap keimanan dan ketakwaan kita terhadap-Nya. Sebab sebagai manusia kita sering terlupa serta lalai dengan tanggungjawab kita sebagai hamba Allah apabila hidup kita sentiasa dilimpahi kesenangan dan kemewahan. Lebih-lebih lagi ketika usia remaja, hidup penuh dengan keseronokan dan sentiasa ingin mencuba sesuatu yang baru walaupun perkara itu jelas haram di sisi agama dan menyalahi undang-undang dunia, contohnya mengambil dadah dan hanyut dengan maksiat, dengan adanya ujian seperti ini, ia akan kembali mengingati apakah hidup kita selama ini mengikuti peraturan atau landasan yang telah ditetapkan oleh Allah ataupun telah jauh menyimpang.

Setiap masalah, kesukaran, kesakitan dan apa jua yang menyeksa jiwa adalah merupakan ujian dari Allah untuk menguji sejauh mana iman kita. Iman perlu kepada ujian. Ini jelas sebagaimana maksud firman Allah :

“Adakah manusia itu menyangka bahawa mereka dibiarkan saja mengatakan; “Kami telah beriman,” sedangkan mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang berdusta.” (Al-Ankabut: 2 - 3)

DARJAT DI SISI ALLAH

Ujian atau dugaan yang datang adalah dari Allah, sama ada ujian itu sebagai ‘kifarah’ dosa yang telah kita lakukan atau untuk mengangkat darjat kita di sisi-Nya. Allah juga tidak menduga hamba-hamba-Nya tanpa mengambil kira kesanggupannya atau keupayaan mereka untuk menghadapinya, ujian dan dugaan yang diturunkan Allah kepada hambanya adalah seiring dengan keupayaan individu itu untuk menyelesaikan masalahnya. Ini bersesuaian dengan firman Allah yang bermaksud:

“Allah tidak membebankan seseorang melainkan dengan kesanggupannya”. (Al-Baqarah: 286)

Oleh itu sekiranya kita berhadapan dengan masalah, cubalah bawa bertenang, bersabar dan tetapkan dalam minda bahawa kita sedang diuji oleh Allah, orang yang melepasi ujian itu adalah orang yang berjaya dan mendapat kedudukan yang mulia di sisi Allah.

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan Syurga untuk mereka.” (At-Taubah: 111)

CARA MENGATASI MASALAH

1. Sandarkan Harapan Pada Allah

Setiap ujian yang datang sebenarnya mempunyai banyak hikmah di sebaliknya. Yakinlah bahawa setiap kesusahan yang kita tempuhi pasti akan diganti dengan kesenangan. Ini bersesuaian dengan firman Allah dalam surah Al-Insyirah ayat 1-8 yang antara lain maksudnya “ …Sesungguhnya selepas kesulitan itu pasti ada kemudahan….”

“Cukuplah Allah bagiku. Tidak ada Tuhan selain dari-Nya. Hanya kepada-Nya aku bertawakal.” (At-Taubah: 129)

2. Minta Pertolongan Dari Allah

“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan jalan yang sabar dan dengan mengerjakan solat; dan sesungguhnya solat itu amatlah berat kecuali kepada orang-orang yang khusyuk.” (Al-Baqarah: 45)

3. Jangan Sedih dan Kecewa

“Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi darjatnya jika kamu orang-orang yang beriman.” (Ali-Imran:139)

Yakinlah dengan janji Allah itu dan jangan cepat putus asa dengan masalah yang dihadapi sebaliknya tingkatkan usaha dan kuatkan semangat untuk mengatasinya, lihat maksud firman Allah di bawah:

“ …dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir” (Yusuf : 12)

4. Luahkan masalah tersebut pada teman-teman yang dipercayai, walaupun dia mungkin tidak dapat membantu, tetapi sekurang-kurangnya ia dapat meringankan beban yang kamu tanggung.

5. Bandingkan masalah kita dengan masalah orang lain, mungkin masalah orang lebih besar dari masalah kita, perkara ini juga boleh membuatkan kita lebih tenang ketika menyelesaikan masalah.

PENUTUP

Ujian yang datang juga tandanya Allah sayangkan kita. Jadi ambillah masa untuk menilai diri dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dalam apa jua yang kita lakukan. Lakukanlah untuk mencari redha Allah. Fikir dengan positif bahawa setiap dugaan datang dari Allah dan pasti ada hikmah yang tersendiri.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

Ah, yang Penting kan Hatinya!

Banyak syubhat di lontarkan kepada kaum muslimah yang ingin berjilbab. Syubhat yang 'ngetrend' dan biasa kita dengar adalah " Buat apa berjilbab kalau hati kita belum siap, belum bersih, masih suka 'ngerumpi' berbuat maksiat dan dosa-dosa lainnya, percuma dong pake jilbab! Yang penting kan hati! lalu tercenunglah saudari kita ini membenarkan pendapat kawannya tadi.

Syubhat lainnya lagi adalah " Liat tuh kan ada hadits yang berbunyi: Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk(rupa) kalian tapi Allah melihat pada hati kalian..!. Jadi yang wajib adalah hati, menghijabi hati kalau hati kita baik maka baik pula keislaman kita walau kita tidak berkerudung!. Benarkah demikian ya ukhti,, ??

Saudariku muslimah semoga Allah merahmatimu, siapapun yang berfikiran dan berpendapat demikian maka wajiblah baginya untuk bertaubat kepada Allah Ta'ala memohon ampun atas kejahilannya dalam memahami syariat yang mulia ini. Jika agama hanya berlandaskan pada akal dan perasaan maka rusaklah agama ini. Bila agama hanya didasarkan kepada orang-orang yang hatinya baik dan suci, maka tengoklah disekitar kita ada orang-orang yang beragama Nasrani, Hindu atau Budha dan orang kafir lainnya liatlah dengan seksama ada diantara mereka yang sangat baik hatinya, lemah lembut, dermawan, bijaksana. Apakah anda setuju untuk mengatakan mereka adalah muslim? Tentu akal anda akan mengatakan "tentu tidak! karena mereka tidak mengucapkan syahadatain, mereka tidak memeluk islam, perbuatan mereka menunjukkan mereka bukan orang islam. Tentu anda akan sependapat dengan saya bahwa kita menghukumi seseorang berdasarkan perbuatan yang nampak(zahir) dalam diri orang itu.

Lalu bagaimana pendapatmu ketika anda melihat seorang wanita di jalan berjalan tanpa jilbab, apakah anda bisa menebak wanita itu muslimah ataukah tidak? Sulit untuk menduga jawabannya karena secara lahir (dzahir) ia sama dengan wanita non muslimah lainnya.Ada kaidah ushul fiqih yang mengatakan "alhukmu ala dzawahir amma al bawathin fahukmuhu "ala llah' artinya hukum itu dilandaskan atas sesuatu yang nampak adapun yang batin hukumnya adalah terserah Allah.

Rasanya tidak ada yang bisa menyangsikan kesucian hati ummahatul mukminin (istri-istri Rasulullah shalallahu alaihi wassalam) begitupula istri-istri sahabat nabi yang mulia (shahabiyaat). Mereka adalah wanita yang paling baik hatinya, paling bersih, paling suci dan mulia. Tapi mengapa ketika ayat hijab turun agar mereka berjilbab dengan sempurna (lihat QS: 24 ayat 31 dan QS: 33 ayat 59) tak ada satupun riwayat termaktub mereka menolak perintah Allah Ta'ala. Justru yang kita dapati mereka merobek tirai mereka lalu mereka jadikan kerudung sebagai bukti ketaatan mereka.Apa yang ingin anda katakan? Sedangkan mengenai hadits diatas, banyak diantara saudara kita yang tidak mengetahui bahwa hadits diatas ada sambungannya. Lengkapnya adalah sebagai berikut:

"Dari Abu Hurairah, Abdurrahman bin Sakhr radhiyallahu anhu dia berkata, Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk tubuh-tubuh kalian dan tidak juga kepada bentuk rupa-rupa kalian, tetapi Dia melihat hati-hati kalian "(HR. Muslim 2564/33).

Hadits diatas ada sambungannya yaitu pada nomor hadits 34 sebagai berikut:

"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa kalian dan juga harta kalian, tetapi Dia melihat hati dan perbuatan kalian. (HR.Muslim 2564/34).

Semua adalah seiring dan sejalan, hati dan amal. Apabila hanya hati yang diutamakan niscaya akan hilanglah sebagian syariat yang mulia ini. Tentu kaum muslimin tidak perlu bersusah payah menunaikan shalat 5 waktu, berpuasa dibulan Ramadhan, membayar dzakat dan sedekah atau bersusah payah menghabiskan harta dan tenaga untuk menunaikan ibadah haji ketanah suci Mekah atau amal ibadah lainnya. Tentu para sahabat tidak akan berlomba-lomba dalam beramal (beribadah) cukup mengandalkan hati saja, toh mereka adalah sebaik-baik manusia diatas muka bumi ini. Akan tetapi justru sebaliknya mereka adalah orang yang sangat giat beramal tengoklah satu kisah indah diantara kisah-kisah indah lainnya. Urwah bin Zubair Radhiyallahu anhu misalnya, Ayahnya adalah Zubair bin Awwam, Ibunya adalah Asma binti Abu Bakar, Kakeknya Urwah adalah Abu Bakar Ash-Shidik, bibinya adalah Aisyah Radhiyallahu anha istri Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam. Urwah lahir dari nasab dan keturunan yang mulia jangan ditanya tentang hatinya, ia adalah orang yang paling lembut hatinya toh masih bersusah payah giat beramal, bersedekah dan ketika shalat ia bagaikan sebatang pohon yang tegak tidak bergeming karena lamanya ia berdiri ketika shalat. Aduhai,..betapa lalainya kita ini,..banyak memanjangkan angan-angan dan harapan padahal hati kita tentu sangat jauh suci dan mulianya dibandingkan dengan generasi pendahulu kita. Wallahu'alam bish-shawwab.

Bagaimana Keadaan Iman Hari ini

Hudzaifah.org - Apa kabar saudaraku? Bagaimana keadaan imanmu hari ini? Bagaimana pula kabar imanmu hari ini? Karena engkau pasti tahu bahwa yang menjadi ukuran kita selamat di Yaumil Akhir nanti adalah tingkat amal kita di dunia.

Pernahkah engkau mengingat kematian wahai saudaraku? Karena kematian menjadi kepastian; tanah menjadi tempat pembaringan; munkar dan nankir menjadi tamu; kuburan menjadi tempat tinggal; perut bumi menjadi tempat menetap; kiamat menjadi janji yang pasti; surga dan neraka menjadi tempat kembali.

Pernahkah terbersit dipikiranmu? Tatkala manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar? Pernahkah terbersit dipikiranmu wahai saudaraku, tatkala disana matahari sangat dekat di ujung kepala? Rasulullah SAW bersabda : �Di hari kiamat nanti matahari akan mendekati manusia, sehingga jaraknya hanya satu mil. Manusia akan berada dalam keringatnya masing-masing sesuai dengan amal perbuatannya. Ada yang keringatnya sampai mata kaki, ada yang sampai lutut, ada yang sampai setengah badan dan ada yang tenggelam sampai mulutnya.�

Saudaraku�
Pernahkah engkau membayangkan tentang neraka? Tentang kegelapan neraka yang sangat pekat? Rasulullah bersabda : �Api neraka dinyalakan seribu tahun hingga memerah, kemudian dinyalakan lagi seribu tahun hingga memutih dan dinyalakan lagi seribu tahun hingga menghitam. Dan jadilah neraka itu gelap pekat.�

Saudaraku�
Pernahkah engkau membayangkan tentang minuman akhli neraka? Allah berfirman �� dan dia akan diberi minuman dengan air nanah, diminumkannya air nanah tersebut�� (Q.S Ibrahim : 16). Rasulullah bersabda : �Ketika didekatkan kemulutnya maka mulutnya terpanggang dan kulit kepalanya terkelupas. Dan ketika dia meminumnya, maka terputuslah ususnya sehingga minumannya keluar dari duburnya.�

Saudaraku�
Cukuplah cerita tadi bagi kita, karena keadaan sesungguhnya pastilah lebih mengerikan!

Maafkan aku saudaraku, karena membuat hatimu gelisah oleh cerita itu. Tapi karena kecintaanku padamu karena ALLAH SWT, maka aku ceritakan pula. Aku hanya ingin kita menjadi orang-orang yang selamat dari keburukan-keburukan itu.

Saudaraku�
Yang aku harapkan hanyalah agar kita selalu waspada terhadap kematian dengan jalan perbaiki diri tentunya. Dan pada saatnya nanti, kita menjadi orang yang siap mengahadap-Nya.

�Rabbana atina fid dun-yaa hasanataw wa fil aakhiratihasanataw waqinaa �adzaabannar� (Q.S Al-Baqarah : 210)

Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan didunia dan kebaikan di akhirat; dan periharalah kami dari siksa neraka. AMIN. (Tim.Jurnalis.SKIFE-bob)

-wahai saudaraku tolong ceritakan lah� indah Surga Nya-

Popular Posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Selamat Datang - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger