Kekaguman Katherine Wesley

Awalnya, ia hanya ingin meneliti Islam, khususnya fikih dan perbandingan hukum Islam. Tapi, ia mengaku “jatuh cinta” pada Islam

Oleh: Syamsi Ali *

Sejak dua bulan terakhir ini, the Forum for non/new Muslims membahas tafsir S. Al-Hujurat Al-Quran. Rupanya metode pembahasan dengan menjelaskan kata per kata cukup menarik bagi banyak peserta. Memang di antara peserta itu sudah ada yang pernah mengambil kursus bahasa Arab. Sehingga pembahasan ayat-ayat Al-Quran dengan pendekatan “kata per kata” dan mendalami makna ayat-ayatnya dengan mendalami makna dari setiap kata menjadi daya tarik tersendiri.

Hari pertama saja, ketika saya menjelaskan kata ‘aamanuu’ pada ayat “yaa aayuhalladzina aamanuu laa tuqaddimuu……dst”, mengambil waktu yang cukup panjang untuk menjelaskan semua makna yang terkait dengan kata itu. Dimulai dari kata “amina-ya’manu-amnun” yang berarti “aman”, hingga “aamana-yuuminu-I’maan wa amaanah” yang berarti “amanah” atau kepercayaan.

Duduk di salah satu sudut ruangan yang tidak terlalu luas itu, seorang gadis bule. Wajahnya putih bersih dan penuh senyum, tapi menampakkan sikap pemalu. Sesekali gadis itu menyelah seolah-olah membenarkan penjelasan saya, atau menguatkan argumentasi-argumentasi yang saya berikan.

Saya memang agak terkejut. Apalagi gadis ini belum saya kenal dengan baik. Maka, dalam sebuah sesi hari Sabtu itu saya Tanya, “may I ask you?”

“Yes sir!” jawabnya sopan.

“Do you speak Arabic?”, tanyaku.

“Oh no!”, katanya malu-malu. “But I took some course on Arabic”, lanjutnya.

"Di mana anda mengambil kursus Arab, dan bagaimana tingkat bahasa Arab mu?" tanyaku.

Dengan sedikit tertawa dia mengatakan, “Jujur saya malu mengatakannya. Saya baru pemula.”

“Saya juga pemula! Jawab saya sambil bercanda.

Menjelang akhir kelas, dua Sabtu lalu, Katherine, demikian dia mengenalkan diri, seperti ingin sekali mengatakan sesuatu tapi sepertinya sangat malu, atau sepertinya berat untuk disampaikan. Sesekali ingin mengatakan sesuatu, namun setiap kali saya pancing untuk berbicara, jawabannya “am..amm never mind!”, seperti gaya anak remaja yang cuwek.

Setelah kelas bubar, barulah Katherine mendekat dan meminta waktu untuk berbicara. Oleh karena waktu saya singkat, saya katakan, apakah dia perlu waktu panjang?

“Tidak, hanya perlu waktu anda beberapa menit saja,” katanya.

Saya kemudian meminta izin untuk menyelesaikan beberapa hal yang perlu saya selesaikan. Beberapa saat kemudian saya memintanya untuk masuk ke ‘conference room’. Katherine masuk ke ruang conference dan berencana menutup pintu, tapi saya memintanya untuk tetap pintu terbuka. “It’s fine, don’t close it”, kata saya.

“Alright Katherine! Adakah hal yang bisa aku bantu?”, saya memulai percakapan siang itu.

“Iman (maksudnya Imam), are you familiar with Imam Latif?”, tanyanya.

“Latif yang mana yang anda maksudkan? Aku mempunyai beberapa nama Latif dalam memori ku”, kataku merujuk kepada kenyataan bahwa saya mengenal beberapa teman yang kebetulan bernama Latif atau Abdul Latif.

“I think he is the Imam at the NYU”, jawabnya.

“Oh yeah, he is the Muslim Chaplain at the NYU and as well the Muslim Chaplain for the NYPD”, jelasku.

Saya kemudian bertanya, ada apa dengan Imam Khalid Latif (nama lengkap Chaplain yang dimaksud) itu. Barulah kemudian saya tahu kalau Katherine itu adalah mahasiswa S3 di NYU, yang ternyata sedang menulis disertasinya dalam perbandingan madzhab Maliki dan Syafi’i.

"Aku telah menghadiri sebagian dari ceramah kuliah dan kutbahnya." (maksudnya Khutbah)”, katanya mengenai Imam Latif.

Saya kemudian bertanya, kenapa ingin berbicara ke saya siang itu? Dari percakapan itu ternyata Katherine sudah meneliti Islam, khususnya fikih dan perbandingan fikih dalam hukum Islam. “For me, it’s simply amazing!” (bagiku itu benar-benar mengagumkan), katanya mengenai diskusi-diskusi atau perdebatan-perdebatan yang terjadi di antara pada ulama Islam. Menurutnya, semakin dia dalam perberdaan pendapat para ulama itu, semakin sadar bahwa Islam itu begitu menjunjung tinggi ilmu dan semangat pencarian (inquiries). Dia bahkan mengetahui betul bahwa semangat inilah yang pernah menjadikan Islam jaya dalam segala lini kehidupan manusia.

“And so, what I can do for you?”, tanya saya. Maksud saya, barangkali ingin mendiskusikan sesuatu yang berhubungan dengan disertasinya. Atau mungkin ingin mengklarifikasi tentang sesuatu dalam penelitian yang dilakukannya.

Katherine terdiam dan bahkan menunduk beberapa saat. “Saya berfikir untuk memeluk Islam,” katanya seraya meneteskan airmata.

Tanpa terasa saya hanya langsung mengucapkan “alhamdulillah!”. Bagi Katherine tentu kata ini bukan sesuatu yang asing lagi. Mendengar itu dia hanya tersenyum seraya mengusap airmatanya.

“Are you sure, Katherine?”.

“Yes, I am sure. Pada dasarnya, saya telah memikirkan tentang dalam waktu yang cukup lama,” katanya.

Saya kemudian mencoba menjelaskan kembali makna berislam. Bahwa beislam itu bukan sekedar mengetahui kebenaran ini, tapi dari itu merupakan komitmen hidup untuk melakukan perubahan internal maupun eksternal untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

Saya memang tidak berpanjang lebar lagi berbicara kepada Katherine. Saya tahu Katherine sebenarnya tahu banyak tentang Islam, dan bahkan mungkin lebih banyak tahu dari ‘average Muslims’ yang terlahir dari orang tua Muslim. Apalagi memang dia telah meneliti hukum Islam, khususnya mengenai fikih Islam.

“Are you ready?”, kembali saya tanya.

“Yes!”, jawabnya tegas.

Saya meminta ke resepsionis untuk mencarikan dua orang saksi. Setelah saksi hadir di ruang pertemuan itu, saya memulai menuntun Katherine mengikrarkan:

“Laa ilaaha illa Allah-Muhammadan Rasul Allah”.

Diikuti pekik Allahu Akbar, saya mendoakan semoga Katherine dikuatkan dan bahkan menjadi da’iyah di jalanNya. Alhamdulillah! [www.hidayatullah.com]

New York, April 18, 2008

Penulis adalah imam Masjid Islamic Cultural Center of New York. Syamsi adalah penulis rubrik "Kabar Dari New York" di www.hidayatullah.com


Richelle Santos, Gadis Filipina

Semenjak kecil, dia hidup dalam keluarga Katolik yang ketat. Ia bahkan dimasukkan sekolah biarawati. Tapi Allah berkehendak lain. Ia justru lebih memilih Islam
Oleh: M. Syamsi Ali

Masih ingat sekitar setahun lalu, the Islamic Forum kedatangan peserta baru yang hampir saya sangka seorang santria dari Indonesia. Seorang gadis pendiam dengan kerudung rapi ala Indonesia duduk di salah satu sudut ruangan dengan malu tapi selalu tersenyum.

“Sorry, are you….from Indonesia?”, tanyaku suatu ketika.

“Oh no! I am an American”, jawabnya dengan pelan dan suara lembut.

“Tetapi anda terlihat sangat Asia. Jadi, apa latar belakang sukuan asli anda?” tanyaku lagi.

“Saya asli Filipina. Saya datang ke sini ketika masih berusia 5 tahun bersama ibu saya, ” jelasnya.

Demikianlah Richelle Santos memulai pengenalan dirinya
dengan kami di Islamic Center. Richele masih relatif muda, tapi saat ini sudah bekerja di sebuah perusahaan sebagai finance analyst.

Alumni New York City University ini tinggal sendiri karena ibunya kemudian menikah lagi dan nampaknya suasana rumah tangganya tidak kondusif baginya untuk tinggal bersama.

Sekolah Biarawati

Selepas sekolah dasarnya, Richelle yang ibunya beragama yang Katolik sangat kuat memasukkannya ke sebuah sekolah pelatihan menjadi biarawati. Richelle bercerita, ketika dirinya berumur sekitar 11 tahun, ibunya sangat mengkhawatirkan bahwa dirinya akan jatuh dalam pergaulan yang salah. Untuk itu, dia disekolahkan di sebuah sekolah Katolik pelatihan biarawati di kota Manhattan.

Richelle menceritakan bagaimana ketatnya peraturan saat dia menimba ilmu di tempat tersebut. “Saya hampir tak bertahan dalam beberapa hari”, katanya.

Saya jadi teringat di hari-hari pertama tinggal di pondok pesantren. Hingga hari ini selalu saya sebut sebagai “a divine jail” (penjara suci) karena betapa susahnya menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Apalagi jika memang seseorang sudah di set dengan dunia tertentu.

“Dan akhirnya Anda menyelesaikan sekolah itu?” tanyaku suatu ketika.

“Not really…saya hanya tinggal lebih dari dua tahun di sekolah tersebut, jujur saja, aku tidak pernah serius di dalam studi ,” katanya.

Setelah saya tanya lebih jauh, ternyata jawabannya adalah karena dari pagi hingga sore dia diindoktrinasi dengan konsep-konsep yang dia sendiri tidak pernah yakini. “All those did make sense at all to me”, katanya singkat.

Maka setelah dua tahun bertahan di sekolah Katolik pendidikan biarawati, Richelle meminta kepada ibunya untuk sekolah di sekolah umum. Untuk pertama kali ibunya menolak, tapi setelah Richelle menjelaskan banyak hal, termasuk beberapa bentuk pergaulan di asrama yang sama sekali tidak masuk akal, ibunya menuruti.

Demikian dari Sabtu ke Sabtu Richelle mengikuti dialog di Islamic Forum. Walaupun sangat pintar, tapi tidak pernah mengajukan pertanyaan kecuali jika dipancing. Mungkin darah Asia-nya masih sangat kental sehingga nampak sekali sangat malu dan sopan santun.



Beberapa kali Richelle juga menghadiri acara yang dilakukan di masjid Al-Hikmah, milik masyarakat Muslim Indonesia di New York. Salah satunya di saat masjid Al-Hikmah menjadi tuan rumah bagi tamu pembicara terkenal, Sr. Aminah Assilmi, mantan penganut Kristen radikal yang memeluk Islam dan saat ini menjadi seorang muballiggah yang go international.

Saat itu nampak Richelle menyimak kata per kata yang keluar dari mulut Sr. Aminah Assilmi. Bahkan nampak mencatat poin-poin penting yang disampaikan oleh beliau. Setelah selesai ceramah, sambil bercanda saya bertanya: “Apakan Anda akan menirunya di masa depan?”. Richelle hanya menjawab dengan senyuman.

Big Day for me

Tiga minggu lalu, Richelle hadir agak pagi ke Islamic Center. Saya sendiri biasanya sibuk dengan weekend school tidak terlalu menghiraukan. Tapi sepintas saya melihat kepadanya dan nampak seperti gelisah. Menjelang shalat Zuhur saya bertanya: “what happens Richelle? I saw you a kind of …..”.

Rupanya, belum tuntas saya bertanya kepadanya, Richelle sudah menjawab: “Oh no! I am fine”, jawabnya seolah menyembunyikan sesuatu.

Shalat Zuhur dimulai. Richelle hanya duduk sendirian di kelas. Rupanya siang itu tidak terlalu peserta Islamic Forum yang mengikuti kelas. Saya memulai kelas siang itu dengan bahasa Arab (membaca Al-Quran), dilanjutkan dengan tafsir Q.S. Al-Hujurat. Richelle nampak serius mencatat hampir semua poin-poin penting yang saya sampaikan.

Tiba-tiba saja, di saat saya memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya, Richelle nampak mengalirkan air mata, sambil tersenyum malu, mengatakan: “Imam Shamsi, I want to convert!”. (Ustad, saya ingin pindah agama!)
Semua yang hadir langsung terperanjat. Biasanya, keinginan untuk masuk ke Islam itu disampaikan setelah kelas, atau datang sendiri. Kali ini Richelle menyampaikan di tengah-tengah kelas masih berlangsung.

Lansung saja yang keluar dari mulut saya: “Alhamdulillah Richelle! Saya benar-benar sangat berbahagia mendengarnya. Akhirnya Allah menunjukkan hatimu dan sekarang iman itu sedang kamu temukan."

Saya kemudian mengalihkan pembahasan siang itu dari Q.S. Al-Hujurat dan menjelaskan apa makna berislam. Saya yakin penjelasan saya sudah didengar berkali-kali oleh Richelle selama ini, tapi saya ingin untuk mengingatkan kembali.

Saya kemudian bertanya sekali lagi kepada Richelle. “"Anda telah bersama kita hampir dua tahun. Apa yang sesungguhnya anda temukan di dalam agama ini ?"

“Oh, aku pikir aku harus jujur. Dari sangat semula aku bergabung di kelas mu, aku telah dibuat kagum oleh pengajarannya. Aku tidak memiliki hal untuk menentangnya.", jelasnya.

“But what really makes you take too long to decide?”, tanyaku lagi.

"Aku berpikir aku hanya merencanakan sesuatu dengan pasti bahwa aku dengan penuh kesadaran akan segala sesuatu memerlukanku sebagai seorang Muslim. Aku perlu untuk mengetahui tentang larangan dan perintah. Maka Saya dapat mencoba untuk mengikutinya dalam kehidupan ku", jelasnya.

Langsung saja saya meminta kepada hadirin untuk menjadi saksi. Tapi tidak lupa saya sampaikan ke Richelle bahwa Allah in the best witness. Seraya mebiarawatiduk, Richelle dengan berlinang airmata mengikuti ikrar tauhid:

“Laa ilaaha illa Allah-Muhammad Rasul Allah”.

Yang saya rasakan adalah ketulusan dan kemantapan hati dari Richelle dalam menerima Islam. Siang itu, ruangan kelas the Islamic Forum memang terharu. Hampir semua yang hadir ikut meneteskan airmata karena tersentuh dengan linangan airmata Richelle. Dia hanya sempat menyelah sambil mengusap airmata: “Today is a big day for me!”.

Semoga engkau, Richelle, dikuatkan dan selalu dijaga dalam menjalani agamaNya. [www.hidayatullah.com]

New York, 14 April 2008

Penulis adalah imam Masjid Islamic Cultural Center of New York. Syamsi adalah penulis rubrik "Kabar Dari New York" di www.hidayatullah.com

Umat Islam Dihimbau Beralih ke Waktu Makkah, Menggantikan Waktu Greenwich

Sejumlah pakar Islam di bidang geologi dan ilmu syariah mulai mengkampanyekan persamaan waktu dunia dengan merujuk waktu Makkah Mukarramah. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengganti persamaan waktu Greenwich yang selama ini digunakan banyak penduduk dunia. Karena menurut sejumlah kajian ilmiah, Makkah-lah yang menjadi pusat bumi.

Persoalan ini mencuat dalam Konferensi Ilmiah bertajuk “Makkah Sebagai Pusat Bumi, antara Teori dan Praktek”. Konferensi yang diselenggarakan di ibukota Qatar, Dhoha pada Sabtu (19/4), menyimpulkan tentang acuan waktu Islam berdasarkan kajian ilmiah yakni Makkah, dan menyerukan umat Islam agar mengganti acuan waktu dunia yang selama ini merujuk pada Greenwich. Makkah Mukarramah dinyatakan sebagai kiblat umat Islam di seluruh dunia, dan di sekeliling Ka’bah yang ada di Makkah berkeliling kaum muslimin yang melakukan Thawaf dari kiri ke kanan, ke balikan dari acuan waktu Greenwich dari kanan ke kiri.

Dalam konferensi yang juga dihadiri oleh Syaikh DR. Yusuf Al-Qaradhawi dan juga sejumlah pakar geologi Mesir seperti DR. Zaglul Najjar yang juga dosen ilmu bumi di Wales University di Inggris serta Ir Yaseen Shaok, seorang saintis yang mempelopori jam Makkah.

DR. Qaradhawi dalam kesempatan itu menyampaikan dukungannya agar umat Islam dan juga dunia menggunakan acuan waktu ke Makkah sebagai acuan waktu yang sejati, karena Makkah adalah pusat bumi. Dalam sambutannya di awal konferensi ini, ia menjelaskan juga mengapa Makkah dipilih sebagai pusat bagi bumi dan kenapa Allah swt menjadikan Baitul Haram sebagai kiblat bagi umat Islam.

Qaradhawi yang juga ketua Asosiasi Ulama Islam Internasional itu mengatakan, “Kami menyambut kajian ilmiah dengan hasil yang menegaskan kemuliaan kiblat umat Islam. Meneguhkan lagi teori bahwa Makkah merupakan pusat bumi adalah sama dengan penegasan jati diri keIslaman dan menopang kemuliaan umat Islam atas agama, umat dan peradabannya.”

Qaradhawi juga menyampaikan bahwa tidak ada pertentangan dalam Islam antara ilmu dan agama sebagaimana yang terjadi di agama dan peradaban lain.

Terkait Makkah sebagai pusat bumi, DR. Zaglul Najjar mengatakan bahwa hal itu memang benar berdasarkan penelitian saintifik yang dilakukan oleh DR. Husain Kamaluddin bahwa ternyata Makkah Mukarramah memang menjadi titik pusat bumi. Hasil penelitian yang dipublikasikan oleh The Egyptian Scholars of The Sun and Space Research Center yang berpusat di Kairo itu, melukiskan peta dunia baru, yang dapat menunjukkan arah Makkah dari kota-kota lain di dunia. Dengan menggunakan perkiraan matematik dan kaidah yang disebut "spherical triangle" Prof. Husein menyimpulkan kedudukan Makkah betul-betul berada di tengah-tengah daratan bumi. Sekaligus membuktikan bahwa bumi ini berkembang dari Makkah. (na-str/iol)www.eramuslim.com

Rahasia Gerakan Shalat

Setiap gerakan shalat yang dicontohkan Rasulullah SAW sarat akan hikmah dan manfaat. Syaratnya, semua gerak tersebut dilakukan dengan benar, tumaninah, serta dilakukan secara istikamah.

Suatu ketika Rasulullah SAW berada di dalam Masjid Nabawi, Madinah. Selepas menunaikan shalat, beliau menghadap para sahabat untuk bersilaturahmi dan memberikan tausiyah. Tiba-tiba, masuklah seorang pria ke dalam masjid, lalu melaksanakan shalat dengan cepat.

Setelah selesai, ia segera menghadap Rasulullah SAW dan mengucapkan salam. Rasul berkata pada pria itu, "Sahabatku, engkau tadi belum shalat!"

Betapa kagetnya orang itu mendengar perkataan Rasulullah SAW. Ia pun kembali ke tempat shalat dan mengulangi shalatnya. Seperti sebelumnya ia melaksanakan shalat dengan sangat cepat. Rasulullah SAW tersenyum melihat "gaya" shalat seperti itu.

Setelah melaksanakan shalat untuk kedua kalinya, ia kembali mendatangi Rasulullah SAW. Begitu dekat, beliau berkata pada pria itu, "Sahabatku, tolong ulangi lagi shalatmu! Engkau tadi belum shalat."

Lagi-lagi orang itu merasa kaget. Ia merasa telah melaksanakan shalat sesuai aturan. Meski demikian, dengan senang hati ia menuruti perintah Rasulullah SAW. Tentunya dengan gaya shalat yang sama.

Namun seperti "biasanya", Rasulullah SAW menyuruh orang itu mengulangi shalatnya kembali. Karena bingung, ia pun berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa melaksanakan shalat dengan lebih baik lagi. Karena itu, ajarilah aku!"

"Sahabatku," kata Rasulullah SAW dengan tersenyum, "Jika engkau berdiri untuk melaksanakan shalat, maka bertakbirlah, kemudian bacalah Al-Fatihah dan surat dalam Alquran yang engkau pandang paling mudah. Lalu, rukuklah dengan tenang (thuma'ninah), lalu bangunlah hingga engkau berdiri tegak. Selepas itu, sujudlah dengan tenang, kemudian bangunlah hingga engkau duduk dengan tenang. Lakukanlah seperti itu pada setiap shalatmu."

Kisah dari Mahmud bin Rabi' Al Anshari dan diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahih-nya ini memberikan gambaran bahwa shalat tidak cukup sekadar "benar" gerakannya saja, tapi juga harus dilakukan dengan tumaninah, tenang, dan khusyuk.

Kekhusukan ruhani akan sulit tercapai, bila fisiknya tidak khusyuk. Dalam arti dilakukan dengan cepat dan terburu-buru. Sebab, dengan terlalu cepat, seseorang akan sulit menghayati setiap bacaan, tata gerak tubuh menjadi tidak sempurna, dan jalinan komunikasi dengan Allah menjadi kurang optimal. Bila hal ini dilakukan terus menerus, maka fungsi shalat sebagai pencegah perbuatan keji dan munkar akan kehilangan makna. Karena itu, sangat beralasan bila Rasulullah SAW mengganggap "tidak shalat" orang yang melakukan shalat dengan cepat (tidak tumaninah).

Hikmah gerakan shalat
Sebelum menyentuh makna bacaan shalat yang luar biasa, termasuk juga aspek "olah rohani" yang dapat melahirkan ketenangan jiwa, atau "jalinan komunikasi" antara hamba dengan Tuhannya, secara fisik shalat pun mengandung banyak keajaiban.

Setiap gerakan shalat yang dicontohkan Rasulullah SAW sarat akan hikmah dan bermanfaat bagi kesehatan. Syaratnya, semua gerak tersebut dilakukan dengan benar, tumaninah serta istikamah (konsisten dilakukan).

imageDalam buku Mukjizat Gerakan Shalat, Madyo Wratsongko MBA. mengungkapkan bahwa gerakan shalat dapat melenturkan urat syaraf dan mengaktifkan sistem keringat dan sistem pemanas tubuh. Selain itu juga membuka pintu oksigen ke otak, mengeluarkan muatan listrik negatif dari tubuh, membiasakan pembuluh darah halus di otak mendapatkan tekanan tinggi, serta membuka pembuluh darah di bagian dalam tubuh (arteri jantung).

Kita dapat menganalisis kebenaran sabda Rasulullah SAW dalam kisah di awal. "Jika engkau berdiri untuk melaksanakan shalat, maka bertakbirlah."

Saat takbir Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya ke atas hingga sejajar dengan bahu-bahunya (HR Bukhari dari Abdullah bin Umar). Takbir ini dilakukan ketika hendak rukuk, dan ketika bangkit dari rukuk.

Beliau pun mengangkat kedua tangannya ketika sujud. Apa maknanya? Pada saat kita mengangkat tangan sejajar bahu, maka otomatis kita membuka dada, memberikan aliran darah dari pembuluh balik yang terdapat di lengan untuk dialirkan ke bagian otak pengatur keseimbangan tubuh, membuka mata dan telinga kita, sehingga keseimbangan tubuh terjaga.

"Rukuklah dengan tenang (tumaninah)." Ketika rukuk, Rasulullah SAW meletakkan kedua telapak tangan di atas lutut (HR Bukhari dari Sa'ad bin Abi Waqqash). Apa maknanya? Rukuk yang dilakukan dengan tenang dan maksimal, dapat merawat kelenturan tulang belakang yang berisi sumsum tulang belakang (sebagai syaraf sentral manusia) beserta aliran darahnya. Rukuk pun dapat memelihara kelenturan tuas sistem keringat yang terdapat di pungggung, pinggang, paha dan betis belakang. Demikian pula tulang leher, tengkuk dan saluran syaraf memori dapat terjaga kelenturannya dengan rukuk. Kelenturan syaraf memori dapat dijaga dengan mengangkat kepala secara maksimal dengan mata mengharap ke tempat sujud.

"Lalu bangunlah hingga engkau berdiri tegak." Apa maknanya? Saat berdiri dari dengan mengangkat tangan, darah dari kepala akan turun ke bawah, sehingga bagian pangkal otak yang mengatur keseimbangan berkurang tekanan darahnya. Hal ini dapat menjaga syaraf keseimbangan tubuh dan berguna mencegah pingsan secara tiba-tiba.

"Selepas itu, sujudlah dengan tenang." Apa maknanya? Bila dilakukan dengan benar dan lama, sujud dapat memaksimalkan aliran darah dan oksigen ke otak atau kepala, termasuk pula ke mata, telinga, leher, dan pundak, serta hati. Cara seperti ini efektif untuk membongkar sumbatan pembuluh darah di jantung, sehingga resiko terkena jantung koroner dapat diminimalisasi.

"Kemudian bangunlah hingga engkau duduk dengan tenang." Apa maknanya? Cara duduk di antara dua sujud dapat menyeimbangkan sistem elektrik serta syaraf keseimbangan tubuh kita. Selain dapat menjaga kelenturan syaraf di bagian paha dalam, cekungan lutut, cekungan betis, sampai jari-jari kaki. Subhanallah!

Masih ada gerakan-gerakan shalat lainnya yang pasti memiliki segudang keutamaan, termasuk keutamaan wudhu. Semua ini memperlihatkan bahwa shalat adalah anugerah terindah dari Allah bagi hamba beriman. Wallaahu a'lam. (RioL ) www.swaramuslim.net

Popular Posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Selamat Datang - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger