“Barangsiapa tidak memberi karena Allah, maka bagaimana akan diberi.”
Nama sebenarnya Salamah bin Amru bin Sinan al-Aku’. Anaknya, Iyaas, ingin mengambarkan kebaikan ayahnya dengan satu kalimat; “Ayahku tidak pernah berdusta.” Beliau termasuk tentara yang paling cerdik dalam pasukan infantri dan juga pandai memanah tombak dan panah. Beliau adalah sosok yang unik. Jalannya cepat dan mampu mengalahkan jalannya kuda.
Diceritakan bahwa pada waktu terjadi perjanjian Hudaibiyah, tersebar kabar kematian Utsman bin Affan. Setelah itu Rasulullah mengutus beliau untuk mengkabarkan kepada orang-orang Quraisy bahwa umat Islam akan pergi ke Mekkah. Tujuannya untuk melakukan umrah. Bukan untuk berperang dengan orang-orang Quraisy. Tapi apa yang terjadi? Justru beliauu ditahan oleh orang-orang Quraisy. Boleh jadi mereka menahan beliau karena ingin berunding mengenai situasi yang terjadi. Karena ditahan, beliau terlambat pulang. Orang-orang Islam mengira bahwa beliau sudah dibunuh oleh bangsa Quraisy karena hingga hari itu belum pulang. Kemudian Rasulullah mengajak para sahabat untuk melakukan baiat.
Dengan kemampuannya, beliau mampu menghalau pasukan musuh yang mencoba menyerang perempuan Madinah ketika terjadi peperangan yang dikenal dengan perang “Dzatul Qord”. Pada perang itu beliau mendapat pujian dari Rasulullah. Suatu ketika Rasulullah berkata kepada para sahabat yang lain; “Dia adalah tentara infantri yang paling baik dalam pasukan kami.”
Di kalangan para sahabat, beliau dikenal dermawan dan pemurah. Apalagi kalau diminta sesuatu karena Allah. Biasanya orang-orang kalau minta sesuatu dan ingin dikabulkan darinya, mereka cukup mengatakan; “Saya meminta kepadamu karena Allah.” Dan beliau selalu menjawab; “Barangsiapa tidak memberi karena Allah, maka bagaimana akan diberi.”
Selama hidup bersama Rasulullah, beliau telah ikut dalam bai’ah ‘Ridwan’. Beliau juga ikut dalam berperang di Afrika pada masa kekhalifahan Utsman bin ‘Affan. Yazid bercerita, suatu ketika saya mendengar beliau berkata; “Saya membaiat Rasulullah hingga wafatku. Dan saya ikut berperang bersama Rasulullah tujuh kali perang.” Kurang lebih ada 77 hadits yang beliau riwayatkan dari Rasulullah langsung.
Diantara riwayat haditsnya itu; diceritakan bahwa seorang laki-laki sedang makan di rumah Rasulullah dengan tangan kirinya. Melihat hal itu Rasulullah berkata; “Silahkan makan dengan tangan kananmu.” “Saya tidak bisa” jawab laki-laki itu. Rasulullah berkata; “Semoga kamu tidak bisa selamanya.” apa yang menghalanginya melainkan kesombongan.
Mengenai pengalaman menarik bersama Rasulullah, beliau berkata; “Seringkali Rasulullah membonceng saya, mengusap wajah saya dan mendoakan saya.” Karena kecintaan pada Rasulullah begitu tinggi, maka pada waktu mendengar Rasulullah wafat beliau sangat sedih. Hampir-hampir hatinya tidak rela. Hanya saja, beliau masih ingat pesan dan nasehat Rasulullah sehingga masih tetap berpegang teguh kepada ajaran Islam.
Zabdah adalah tempat yang paling disukainya. Tempat itu berada di Madinah. Tempat ini juga menjadi tempat yang istimewa bagi Abu Zar. Pada waktu terjadi pembunuhan Utsman bin Affan, beliau meninggalkan Madinah menuju Zabdah untuk menghindari fitnah. Di sinilah beliau menghabiskan sisa umurnya hingga tahun 74 Hijriah. bahkan beliau menikahi wanita penduduk Zabdah dan beranak pinang. Tahun itu beliau pergi ke Madinah untuk berkunjung selama dua hari. Pada hari ketiganya, beliau menghadap sang pencipta.
No comments:
Post a Comment