Penulis:Inna Muthmainnah
Assalamu’alaikum wr.wb.
Ba’da tahmid wa sholawat.
Mbak Inna, ana punya problem. Sebelum memutuskan untuk hijrah, ana punya teman dekat lelaki dan kita berhubungan selama 4 tahun. Hubungan inilah yang membuat niat hijrah saya 3 tahun lalu tertunda. Saat saya bilang mau hijrah, dia hanya diam. Tidak lama, dia mengikuti saya hijrah. Menurut pantauan saya, dia mencoba mendekati saya dengan mengikuti jalan yang saya ambil. Mbak, bagaimana cara ana merubah dia agar benar-benar ikhlas lillahi ta’ala, bukan karena ana? Kata teman-teman ana, ana boleh membantunya mencapai jalan hijrah yang sebenarnya. Benarkah? Gimana cara memotivasi kembali semangat qiyamullail yang mulai surut? Apa tips mbak dalam memenej waktu dari jam 9 malam sampai jam 7 pagi? Sekian saja dari saya, Mbak. Afwan, Jazakillah.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
N, Pekanbaru.
Mbak Inna
Wa’alaikum Salam Wr Wb, Dik AN yang shalihah, membantu orang menuju ke jalan kebaikan adalah suatu hal yang mulia, karena memang pada hakekatnya kita kan memang diwajibkan untuk berdakwah dan mengajak orang ke nur Islam. Namun sesuatu yang mulia itu harus dijaga kemurniannya, jangan sampai tercampuri nafsu-nafsu atau niat yang lain, apalagi dalam berdakwah dengan lawan jenis. Makanya kan untuk hal yang satu ini kadang kita sulit membedakan apakah niat kita karena Allah, atau ada faktor lain di balik itu misalnya obsesi untuk merubahnya, bukan semata-mata karena ingin ia baik tapi sesungguhnya yang utama adalah bagaimana ia menjadi baik untuk dimiliki. Kalau konteksnya suami istri, itu sih sah-sah saja, karena memang terikat oleh akad nikah dan memang ada kewajiban satu sama lain untuk saling membangun dan memperbaiki. Nafsu-nafsu yang ada juga halal dan terbingkai dalam syariat Islam. Tapi kalau konteksnya laki-laki dan perempuan yang non muhrim dan belum ada perjanjian apa-apa, wah, ini sangat potensial adanya merah jambu yang mewarnai semua niat dan aktivitasnya. Tujuan utama kita sebenarnya kan mau membersihkan diri dan menjauhi kemungkaran, tapi akhirnya malah mendekati kemungkaran. Kenapa, ya yang namanya cinta itu kan selalu memburu ke mana dia pergi, maunya berdekatan terus, memberikan perhatian dan mendapatkan perhatian terus. Akan ada situasi di mana kita terus haus akan perhatian dan kedekatan dengannya.
Di satu sisi kita tahu bahwa berdekatan dan berpacaran tidak boleh, tapi ada dorongan kuat untuk bersama dan berhubungan terus dengannya. Ada perasaan tersiksa dan akhirnya yang bermain hebat adalah imajinasi dan pikiran kotor. Imajinasi dan pikiran-pikiran kotor ini selalu menuntut untuk dipraktekkan. Akhirnya kita seperti main kucing-kucingan terhadap Allah. Perilaku kita bukannya membaik tapi kualitasnya jadi menurun.
Biarkan saja yang mendekati dia dan membimbingnya kakak kelas yang pria, nggak usah kita yang perempuan. Situasi belajar mengajar, bimbingan dan pemantauan akan jauh lebih baik bila dilakukan oleh rekan sejenisnya ketimbang lawan jenis. Di sini keikhlasan dan hati akan lebih bersih dan terjaga. Termasuk dalam memantau amalannya dia, apakah dia shalat malam atau tidak sebaiknya yang memantau pembinanya.
Allah mengatur malam sebagai waktunya beristirahat pada manusia, dari segala keletihan dan kepenatan dari aktifitas di siang hari. Makanya kan Allah tidak memerintahkan shalat malam di sepanjang malam. Cukup di sepertiga malam. Karena Allah sangat menjunjung tinggi konsep tawazun /keseimbangan pada diri manusia. Setelah jam 9 sebaiknya kita tidur, nah nanti sekitar jam 3 atau jam 3.30 dini hari kita dapat bangun untuk shalat malam (Qiyamulail). Enam jam waktu tidur malam sudah lebih dari cukup untuk menyegarkan tubuh kita. Lalu sambil menunggu subuh kita bisa melakukan aktifitas seperti belajar atau mengerjakan tugas-tugas kita. Biasanya pekerjaan yang dilakukan di waktu dini hari kualitasnya bagus karena dilakukan dalam suasana sepi dan penuh konsentrasi. Setelah shalat fajar dan subuh kita bisa berdzikir/berdo’a (Al-Ma’surat) dan membaca Al-Quran. Jam 5 sore kita mempersiapkan segala sesuatu untuk aktifitas kita selanjutnya. Atau kita bisa menikmati acara kuliah subuh di stasiun TV. Nah, jam 6 pagi kita bisa menikmati informasi terbaru saat ini lewat siaran berita pagi di televisi. Sambil menyimak berita kita bisa sarapan sambil bercengkrama dengan anggota keluarga sambil siap-siap bagi yang masih sekolah dan mahasiswa ya bersiap pergi sekolah, yang bekerja ya pergi bekerja. Bila hari libur kita bisa manfaatkan waktu setelah subuh untuk berolah raga, jalan-jalan pagi, naik sepeda, dsb. Insya Allah semuanya menyenangkan dan membuat hidup kita lebih bersemangat dan optimis.
KRISIS PEDE SAAT KULIAH DI KOTA
Assalamu’alaikum wr. Wb.
Mbak Inna, saya seorang gadis berusia 21 tahun. Sejak SD hingga SMA saya tinggal bersama orangtua di desa dan berhubung di desa tidak ada Perguruan Tinngi, maka saya hijrah ke kota dan tinggal seorang diri (kost). Awalnya saya senang tinggal di kota, tapi hanya sesaat. Saya gadis yang pemalu, pendiam, kurang percaya diri dan tidak mudah bergaul. Semua itu membuat saya merasa terasing di tengah-tengah keramaian. Krisis percaya diri sangat mempengaruhi pribadi saya. Setiap kali saya hendak bertemu orang, jantung saya langsung berdebar-debar, apalagi kalau orang itu lelaki. Bila ada orang bertamu ke rumah, saya langsung mengunci diri di dalam kamar. Saya merasa nyaman berada di dalam kamar sendiri. Nonton TV, ngisi TTS, mendengarkan radio, nonto TV dan lain-lain. Lama-lama saya jenuh juga. Saya jadi malas ke mana-mana. Prestasi akademik saya turun drastis. Banyak mata kuliah yang tidak lulus.
Mbak, saya benar-benar stres dengan semua ini. Ditambah saya tidak punya teman untuk curhat. Saya tidak tahu lagi harus bagaimana. Saya bingung. Saya ingin punya banyak teman. Tolong bantu saya, Mbak. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
NN, NTT
Mbak Inna:
Wa’alaikum salam Wr Wb, Dik NN yang baik. Masalahmu adalah masalah yang khas terjadi pada mahasiswa rantau. Kondisi dan budaya yang baru memang menuntut penyesuaian diri yang tinggi, apalagi di lingkungan kota dimana segala sesuatunya nampak sangat bebas dan maju. Kita berhadapan dengan lingkungan yang serba luwes, ramai, aktif, dan menarik. Amat berbeda dengan lingkungan keseharian kita sedari kecil yang serba santai dan bebas tuntutan. Tapi ya begitulah konsekuensi bila kita memutuskan untuk hijrah kuliah ke kota. Makanya tidak heran bila banyak mahasiswa rantau yang gagal menyesuaian diri dan akhirnya harus droup out.
Kehidupan kota memang berbeda dengan kehidupan desa. Di kota segala sesuatunya serba kompetitif, bila kita tidak mampu bersaing maka kita akan tertinggal jauh dan terasing. Karena itu kita lihat kenapa orang-orang kota kebanyakan maju-maju, ya karena mereka terbiasa dalam situasi dimana mereka dipacu untuk memenuhi standar tuntutan yang tinggi. Selain itu di kota juga segala fasilitas lebih lengkap dan lebih mudah didapat. Makanya tidak heran bila ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang maju di pusat-pusat kota.
Biasanya memang pertama kali yang dirasakan bagi kita yang biasa dengan kehidupan desa yang hijrah kuliah di kota adalah perasaan minder, cemas, dan tidak percaya diri. Kita ngeper duluan saat melihat teman-teman kita yang nampak agresif, berani dan lugas.
Tapi bagaimanapun perlu diwaspadai gaya kehidupan kota yang lebih bebas dari segi normatif. Adik mungkin jangan heran dan kaget melihat teman-teman yang demikian bebas berbeda sekali dengan gaya teman-teman kita di desa. Di kota adik bisa banyak melihat teman-teman wanita yang merokok, kawan pria yang bebas masuk ke kamar kos putri. Sekelompok mahasiswa yang main gitar, catur, dan gaplek di kantin-kantin. Belum lagi gaya dandanannya yang unik-unik. Anggap saja itu semua sebagai fenomena kota. Kita terima mereka sebagai bagian dari kampus kita. Memang wajar bila kita shock melihat itu semua, tapi tidak berarti lantas kita harus memisahkan diri, mengucilkan diri dan menjauhi lingkungan sekitar kita. Itu sama saja merugikan diri sendiri. Karena bagimanapun untuk dapat sukses studi di perguruan tinggi tidak bisa hanya mengandalkan kemampuan diri saja. Kita sangat perlu bantuan-bantuan teman-teman kita. Terutama dalam mendapatkan informasi terkini tentang kuliah, kerja kelompok, studi perpustakaan, mengerjakan tugas-tugas yang sulit, apalagi saat kita sedang mengerjakan tugas akhir. Apa jadinya bila kita tidak memiliki teman, segala sesuatunya pasti akan menjadi sulit. Tidak ada yang bisa membantu kita di saat-saat kita mengalami kesulitan.
Untuk perkara yang berhubungan dengan perilaku yang asusila dari teman-teman, kita berusaha untuk waspada, harus pintar-pintar mencari teman gaul yang baik. Masih banyak kok teman-teman yang baik yang layak untuk dicengkramai diantara teman-teman lain yang “anehâ€. Yang penting dalam berteman kita tidak boleh egois, harus ringan tangan dan mau membantu, peduli, dan senantiasa bahu membahu. Bila Adik mengalami kesulitan mencari teman-teman yang baik, datang saja ke kerohanian Islamnya. Biasanya di sana berkumpul banyak teman-teman yang shaleh dan shalehah, di mana gaya hidup mereka lebih sehat dan lebih bermoral. Mereka biasanya lebih sabar dalam menghadapi kekurangan kita dan siap membantu mengarahkan, membimbing, dan mendampingi kita selama masa penyesuaian. Bila bergaul dengan mereka, Adik akan menemukan suatu lingkungan yang kondusif untuk perbaikan diri. Adik akan mendapatkan kembali kehidupan yang berarti, akan lebih tenang dan optimis dalam memandang segala sesuatu. Sejalan dengan itu Adik akan mendapat banyak kesempatan untuk mengembangkan diri, meningkatkan kualitas diri yang kurang dan menimbulkan keberanian untuk beraktualisasi diri. Selain itu Adik juga akan terbentengi dari pengaruh lingkungan yang buruk. Nah, selamat bersosialiasi dan mengembangkan diri. Percayalah bahwa di jalan Allah semuanya akan sukses dan selamat
No comments:
Post a Comment